Mewaspadai Kemunafikan (Khutbah Jumat)

  Mewaspadai Kemunafikan
Mewaspadai Kemunafikan (Materi Khutbah Jumat)

Ba'da hamdalah, shalawat, wasiat takwa, dan ayat Quran

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Ulama besar Imam Hassan al-Bashri pernah memberi nasihat. Katanya, "Orang yang merasa aman dari kemunafikan adalah munafik. Dan orang yang merasa takut dihinggapi kemunafikan itulah yang beriman."

Nasihat tersebut bertujuan mengingatkan agar kita selalu mewaspadai kemunafikan (nifaq). Baik nifaq yang ada pada diri kita maupun pada orang lain. Keduanya sangat berbahaya.

Kemunafikan yang ada pada diri kita, dapat menjerumuskan kita ke tempat atau posisi diri yang amat hina-dina. Allah SWT dalam al-Quran bahkan menjelaskan, orang munafik itu tempatnya adalah neraka yang paling bawah (asfali minannar). Sedangkan kemunafikan pada diri orang lain, selain berbahaya bagi dirinya, juga berbahaya bagi Islam dan umat Islam.

Profil orang munafik terkenal adalah Abdullah bin Ubay. Di depan Nabi Saw dan umat Islam ia mengaku beriman, menyatakan diri Muslim. Namun di belakang ia memusuhi mereka, bahkan bersekutu dengan kaum kafir untuk memerangi Islam dan umatnya.

Tidak heran jika pembicaraan tentang kemunafikan pada masa Rasulullah merupakan hal yang sangat menakutkan. Karena, gejela kemunafikan sangat halus dan sering tidak disadari oleh orang yang mengalaminya.

Secara syar'i, kemunafikan dapat dibagi dalam dua jenis: nifaq qolbi dan nifaq amali. Yang pertama merujuk pada rusaknya iman seseorang, sehingga amal perbuatannya sama sekali tidak sejalan dengan pengakuannya sebagai orang beriman. Ia juga hipokrit alias bermuka dua, seperti yang dilakukan Abdullah bin Ubay. Kalaupun ia menampilkan amal yang Islami, hanya kepura-puraan, padahal hatinya penuh dengan rencana untuk merusak agama dan umat Islam.

Sedangkan nifaq amali yaitu perilaku yang menunjukkan ciri kaum munafik, antara lain berkata bohong, mengingkari janji, dan mengkhianati amanah (kepercayaan).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Bibit kemunafikan akan tumbuh subur seiring kecintaan seseorang pada dunia semakin kental. Karena, seperti diisyaratkan Rasulullah, pada awalnya penyebab kemunafikan adalah hubbud dunya wa karohiatul maut (cinta dunia dan takut mati). Takut miskin, takut tersaingi, takut tidak mendapat kedudukan, takut jatih dari kekuasaan, takut hilang pengaruh, dan sebagainya. Akibatnya, apa yang dilakukan semata-mata demi kepentingan diri sendiri tanpa mengindahkan norma-norma Islam.

Gejala kemunafikan merebak dewasa ini. Di bidang hukum umat lebih senang memakai atau memilih hukum thagut ketimbang hukum Islam. Di arena politik banyak manusia-manusia hipokrit yang menjual slogan-slogan manis dan janji-janji kosong manakala ia berambisi merebut suatu posisi kekuasaan. Penyelewengan jabatan atau penyalahgunaan wewenang pun menggejala, akibat dikhianatinya kepercayaan rakyat (amanah) atau diingkarinya "sumpah jabatan".

Orang munafik merupakan musuh paling serius bagi Islam dan umatnya. Sebab, ia tidak secara terang-terangan memusuhi Islam. Tidak sebagaimana orang-orang kafir yang jelas-jelas beragama non-Islam dan relatif mudah diidentifikasi.

Dalam al-Quran diterangkan banyak sekali ciri-ciri kemunafikan, atau karakteristik kaum munafik. Misalnya dalam Q.S. al-Baqarah:8-20. Yang terutama adalah mengaku beriman, padahal tidak, untuk mengelabui kaum mukmin. Ia sulit dikenali sebagai musuh Islam sebab mengaku beriman. Pengakuannya sebagai orang beriman semata-mata siasat agar tidak dicurigai. Dengan kedok keimanan itulah ia masuk ke kalangan umat Islam dan dengan mudah mencari kelemahan untuk kemudian menghancurkannya.

Dalam ayat lain dijelaskan, orang-orang munafik menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dan penolong, sedang kaum mukmin dimusuhi atau dijauhinya (Q.S. 4:138-139). Dijadikannya orang kafir sebagai teman karena dengan begitu ia bebas melampiaskan kemunafikannya, atau mencari bantuan untuk meraih sesuatu dengan menyingkirkan saingannya sesama mukmin. Ia menjauhi dan menjaga jarak dengan orang mukmin karena takut kedoknya terbongkar, "panas" bila mendapat nasihat, dan mendapat "tekanan batin" karena orang mukmin berhati tulus, jujur, dan menjalankan norma Islam.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Kewajiban utama seorang Muslim adalah shalat. Namun, bagi kaum munafik, shalat tidaklah penting. Karena imannya hanya pura-pura, maka kaum munafik pun malas mendirikan shalat, atau mengerjakan shalat dengan tidak bersemangat, dan sedikit (jarang) mengingat Allah (Q.S. 4:142). Ia lakukan ibadah demi pujian orang (riya), dan ada maksud-maksud lan, misalnya untuk mengelabui umat agar menganggapnya "rajin ibadah".

Jika kita malas mendirikan shalat, maka waspadalah kemunafikan telah menyusupi jiwa kita. Sedangkan shalat merupakan pembeda antara kaum Muslim dan kafir.

Pada era reformasi ini, kita juga harus waspada terhadap kaum munafik yang menunggangi gerakan reformasi. Bisa saja kaum munafik menyusup ke partai Islam atau partai lainnya, berkedok membela Islam dan memperjuangkan rakyat kecil. Padahal yang dituju adalah popularitas dan kedudukan.

Terakhir, jika umat Islam tidak mau tunduk kepada hukum Allah, atau tidak mau menggunakan sistem Islam dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan lainnya, maka waspadalah, kemunafikan telah melanda umat Islam itu. Sebab dalam Q.S. 4:60 dijelaskan, orang munafik lebih memilih hukum thagut ketimbang hukum Allah.

Dalam diri kaum munafik terjadi dualisme dalam beragama: di satu pihak menjalani ibadah secara Islam (shalat, zakat, puasa, dan haji) namun di pihak lain, dalam bidang sosial-kemasyarakatan, memakai paham atau sistem nilai lain. Barakallahu li walakum.*

Artikel Islam Media Network Lainnya :

1 comments:

Copyright © 2017 Islam Media Network